Meninjau Sistem Pemerintahan Islam (Edisi Indonesia)
Meninjau Sistem Pemerintahan Islam
00 Muqaddimah
SISTEM pemerintahan (politik) Islam sangat jauh
berbeda dengan sistem politik, ideologi-ideologi dan isme-isme akal
manusia. Islam memiliki tafsiran dan bentuk yang khusus dan
istimewa tentang pemerintahan. Tafsirannya jauh lebih bijaksana dan
adil daripada ajaran-ajaran lainnya. Hal ini mungkin tidak jelas
kalau kita bandingkan dengan pemerintahan umat Islam yang ada di
dunia hari ini. Sebab bagi saya negara-negara umat Islam hari ini
tidak menjalankan Islam yang syumul (menyeluruh). Mereka tidak
mengikuti jejak sejarah kegemilangan Islam di zaman Rasul dan
Khulafaur Rasyidin serta Salafussoleh.
Saya akan merujuk tulisan ini kepada sejarah
Islam di zaman kegemilangannya. Bukan kepada Kerajaan Saudi,
Iran, Pakistan atau negara-negara umat Islam yang lain, yang
mengaku negara Islam atau berundang-undang Islam.
Sistem pemerintahan Islam adalah sistem
pemerintahan yang menggunakan Al Quran dan Sunnah sebagai rujukan
dalam semua aspek hidup, seperti dasar undang-undang,
mahkamah perundangan, pendidikan, dakwah dan perhubungan,
kebajikan, ekonomi, sosial, kebudayaan dan penulisan, kesehatan,
pertanian, sain dan teknologi, penerangan dan peternakan. Dasar
negaranya adalah Al Quran dan Sunnah. Para pemimpin dan
pegawai-pegawai pemerintahannya adalah orang-orang baik,
bertanggung jawab, jujur, amanah, adil, faham Islam, berakhlak
mulia dan bertakwa. Dasar pelajaran dan pendidikannya ialah dasar
pendidikan Rasulullah, yang dapat melahirkan orang dunia dan orang
Akhirat, berwatak abid dan singa, bertugas sebagai hamba dan
khalifah ALLAH. Dasar ini terdapat dalam buku saya, PENDIDIKAN
RASULULLAH.
Sistem ekonominya bersih dan adil. Suci dari
riba, monopoli, penindasan, penipuan dan hal haram lainnya.
Pembagiannya adil menurut keperluan untuk kemudahan, kewajiban,
kedudukan dan bidang seseorang. Sistem sosialnya bersih dari
kemungkaran dan maksiat terang-terangan. Setiap orang dihormati hak
asasinya serta diberi peluang untuk melaksanakan hak-hak asasi
masing-masing sesuai dengan bakat dan kebolehannya. Sistem
ketentaraan berjalan atas disiplin Islam. Kebudayaan dan
adat-istiadat dibenarkan berbagai asalkan semuanya tidak
bertentangan dengan Islam.
Perlantikan presiden ada caranya tersendiri,
cara yang adil dan tepat. Berbeda dengan cara demokrasi dan
revolusi serta cara diktator. Sistem syura juga tersendiri, unik
dan harmoni. Segalanya jauh berbeda dengan apa yang terjadi dalam
syura sekuler.
Demikianlah seterusnya dalam mengelola hal-hal
pengobatan, rumah tangga, alat-alat perhubungan, media cetak dan
elektronik, jalan raya, pertanian dan segala-galanya adalah
mengikuti cara hidup Islam. Politik atau pemerintahan Islam
sebenarnya bukan saja karena orang-orangnya adalah Islam. Tetapi
yang lebih utama dari itu adalah pengisiannya dengan
program-program yang bersifat Islam. Tanpa ciri-ciri ini,
syariat ALLAH tidak akan muncul di atas muka bumiNya walaupun nama
dan slogan pemerintahan Islam diserukan.
Kita lihat di Pakistan, Islamic Country, katanya
mengambil Al Quran dan Hadist sebagai dasar perlembagaan dan
perundangan serta pemerintahan negaranya. Bukankah negaranya itu
merupakan negara yang rendah martabat kedudukannya di mata dunia?
Mengapa?
Itu adalah karena Islam cuma pada nama dan
slogan, tetapi tidak dalam praktisnya. Ekonominya kapitalis,
pendidikan sekuler, politik demokrasi, sosialnya ala Barat dan
lain-lain, semuanya itu dilabelkan dengan nama Islam. Orang miskin
menonjol kemiskinannya, yang kaya terlalu kaya. Akibat mencampurkan
minyak dan air dan macam-macam campuran lagi, terjadi satu campuran
yang tidak terpakai. Jadilah Pakistan negara yang sangat memalukan
untuk dikatakan sebuah negara Islam.
Demikianlah sama halnya dengan negara Islam yang
lain, yang tidak mengisi pemerintahan dengan pemerintahan Islam,
hingga negara-negara itu bukan saja tidak cantik dan indah tetapi
menyedihkan dan memalukan untuk diakui sebagai Negara Al Quran dan
Sunnah, Negara ALLAH dan Rasul. Bukannya mudah untak membangunkan
Negara Islam seperti yang ALLAH inginkan. Tidak semudah yang
difikirkan oleh pejuang-pejuang Islam hari ini.
Saya memandang tapak Negara Islam ialah sebuah
thoifah yang ciri-cirinya bagaikan bayangan Negara Islam.
Thoifah yang menzahirkan kebenaran dengan semua sistem lslam itu
dilaksanakan secara syumul. Untuk membangun thoifah, tapak Negara
Islam itu, ada satu kaedah khusus yang unik dan tersendiri, jauh
berbeda dengan kaedah-kaedah yang dipakai oleh manusia-manusia di
abad ini.
=== sekian ===
BAB 01 Pemerintahan (Ulil Amri)
DALAM Islam arti ulil amri atau pemerintah itu
banyak tafsirannya. Di antaranya:
- Ulil amri diartikan dengan para ulama yang amilin, ulama yang
kewibawaannya dihormati orang banyak.
- Ulil amri yang diartikan dengan ahlul halli wal 'aqdi.
- Ulil amri yang diartikan dengan orang-orang yang berkuasa
didalam sebuah negeri atau sebuah negara.
- Ulil amri yang dimaksudkan dengan pemimpin-pemimpin jemaah
Islam, dan lain-lain.
Di dalam buku ini, pembahasan ulil amri yang
saya maksudkan ialah ulil amri yang diartikan dengan pemerintah
yang berkuasa di dalam sebuah negeri atau negara. Pemerintah atau
orang yang berkuasa dan mengelola sebuah negara disebut ulil amri.
Arti ulil amri ialah yang mempunyai perintah. Tetapi kita selalu
menyebutnya pemerintah. Pemerintah diistilahkan sebagai yang
mempunyai perintah (ulul amri) karena mereka mempunyai kuasa untuk
perintah (suruh) rakyatnya baik untuk berbuat atau meninggalkan
suatu perkara. Mereka juga memiliki sultoh (kekuasaan dan kekuatan)
baik berbentuk maknawiyah atau lahiriah. Kekuasaan dan kekuatan
maknawiyah itu seperti undang-undang, peraturan dan akta. Sedangkan
sultoh lahiriah ialah polisi, tentara, hakim, pegawai pemerintahan
dan sebagainya. Dengan kekuasaan dan kekuatan tersebut, ulil amri
akan dapat dan mampu memaksa rakyat agar patuh dan dapat menghukum
rakyat yang ingkar terhadap perintah mereka.
Pemerintah dalam Islam disebut juga khalifah.
Yakni khalifah ALLAH. Artinya, pengganti ALLAH atau wakil ALLAH di
bumi. Mereka bertanggung jawab terhadap rakyat untuk menjalankan
kerja-kerja yang ALLAH perintahkan. Yakni berkhidmat kepada rakyat,
memimpin, mendidik, mengajar, mengelola, mengurus, menyelesaikan
masalah rakyat, membangun kemajuan negara dan masyarakat. ALLAH
menginginkan semua hamba-hambaNya dipimpin dan diurus dengan
baik agar semuanya mendapat pelayanan dan hak-hak yang sepatutnya
mereka dapat dari ALLAH SWT di dunia ini. Untuk itu, segala harta
benda dan khazanah perbendaharaan negara diserahkan ke dalam tangan
mereka. Supaya dibagikan dengan adil dan disediakan segala
keperluan rakyat dan negara. Hingga negara berada dalam keadaan
aman, makmur dan mendapat keampunan ALLAH.
Karena pemerintah adalah pengganti ALLAH dalam
menjalankan keadilan di kalangan manusia, maka ALLAH SWT telah
memerintahkan hamba-hambaNya agar taat pada pemerintah sesudah
ketaatan pada ALLAH dan Rasul. Inilah firmanNya:
Wahai mereka yang beriman, taatilah
ALLAH, taatilah Rasul dan yang mempunyai kuasa di kalangan kamu
(kaum muslimin). (An Nisa' 59)
Ketaatan kepada ulil amri yang adil, yang
benar-benar mewakili atau mengganti ALLAH mengurus bumi, adalah
penting supaya hukum-hukum ALLAH yang hendak dijalankan dalam
negara dapat berjalan dengan baik. Dan kehidupan hamba-hambaNya
dapat diurus dengan baik. Terhadap rakyat yang memiliki watak keras
kepala dan melawan perintah, pemerintah dibenarkan menghukum
mereka untuk mengkawal kebaikan dalam masyarakat. Dengan syarat
kesalahan itu betul-betul kesalahan yang diiktiraf oleh syariat.
Pemerintah tidak boleh membuat hukum dan undang-undang sendiri
dengan tidak menghiraukan undang-undang dan hukum ALLAH. Jika
didapati pemerintah tidak menghiraukan hukum ALLAH, maka akan jatuh
kepada hukum baik fasiq, zalim atau kafir. FirmanNya:
"Barangsiapa yang tidak berhukum dengan hukum ALLAH, maka
mereka adalah orang fasiq." (Al Maidah: 47)
"Barangsiapa yang tidak berhukum dengan hukum ALLAH, maka mereka
adalah orang zalim." (Al Maidah: 45)
"Barangsiapa yang tidak berhukum dengan hukum ALLAH, maka mereka
adalah orang kafir." (Al Maidah: 44)
Kalau pemerintah sudah tidak taat dengan ALLAH,
maka dalam keadaan itu rakyat tidak lagi wajib taat pada ulil amri
(dalam perkara yang bertentangan dengan syariat). Rasulullah SAW
bersabda:
"Tiada ketaatan kepada seorang makhluk dalam hal mendurhakai
ALLAH. "
Karena di tangan mereka ada kekuasaan, kekuatan
dan kekayaan negara, maka para ulil amri itu bebas untuk melakukan
sebanyak-banyaknya kebaikan atau kejahatan. Tergantung kepada
beriman atau tidaknya mereka. Pemerintah yang beriman akan berjaya
menjadi penguasa yang adil seperti yang ALLAH perintahkan. Tapi
pemerintah yang tidak beriman atau lemah imannya akan
menyalahgunakan kuasa dan harta negara untuk kepentingan nafsu
mereka.
Pemerintah yang adil, yang dapat melayani
rakyatnya dengan baik, yang menjatuhkan hukuman dengan tepat dan
meletakkan rakyat pada posisi yang tepat, sehingga rakyat mendapat
hak dan keperluan yang cukup, adalah pemerintah yang telah
menunaikan amanah dan tanggung jawab dengan betul. Rasulullah SAW
bersabda:
Sehari seorang raja yang bertindak adil, lebih besar
pahalanya daripada (seorang abid) beribadah 60 tahun. (Riwayat
Ahmad)
Sabdanya lagi:
Keadilan sesaat lebih baik dari ibadah 60 tahun.
Ibadah yang dilakukan oleh si abid hanya
menguntungkan dirinya saja. Sedangkan satu keadilan yang dilakukan
oleh pemerintah dalam satu waktu, akan mencurahkan kebaikannya
kepada jutaan rakyat. Kebaikan yang sama, kalau dibuat oleh seorang
yang tidak memiliki kuasa, tidak banyak yang akan merasakannya.
Sebab itu ALLAH SWT sangat meninggikan derajat pemerintah yang
adil. Hal ini cukup masyhur dalam sebuah Hadist Qudsi:
Ada tujuh golongan yang ALLAH lindungi mereka di hari yang
tiada perlindungan selain perlindunganNya. Mereka itu ialah raja
atau pemerintah yang adil, pemuda yang tekun beribadah kepada
Tuhannya, lelaki yang hatinya terpaut kepada masjid, dua orang
lelaki yang saling berkasih sayang karena ALLAH mereka
bertemu dan berpisah pun karenaNya. Dan seorang lelaki yang digoda
oleh seorang perempuan yang memiliki kedudukan dan kecantikan, lalu
dia berkata, "Aku takut kepada ALLAH Tuhan Sekalian Alam." Dan
lelaki yang bersedekah (berderma) secara sembunyi sehingga tangan
kirinya tidak mengetahui apa yang dibelanjakan oleh tangan
kanannya, dan lelaki yang mengingati ALLAH sewaktu sunyi, lalu
mengalir air matanya. (Riwayat Al Bukhari)
Dari tujuh golongan manusia yang beruntung itu,
raja atau pemerintah yang adil mendapat tempat pertama di sisi
ALLAH. Betapa tingginya penghormatan yang diperoleh. Mengapa? Sebab
derajat itu sangat susah untuk dicapai. Tidak mudah untuk
menjadi raja atau pemerintah yang adil. Memang hampir semua orang,
sebelum menjadi pemerintah, bercita-cita untuk adil terhadap
rakyat. Tapi bila kuasa dan harta negara berada dalam tangan, hati
sudah berubah. Hakikat ini tak mungkin dapat dinafikan. Sebab ALLAH
sendiri mengakuinya dengan berfirman:
Tiadalah kehidupan dunia itu melainkan harta benda yang
menipu daya. (Al Hadid: 20)
FirmanNya lagi:
Dihiasi manusia dengan perkara yang menjadi kecintaan nafsu,
wanita, anak-anak, barang berharga baik emas dan perak, kuda
pilihan, binatang ternak dan tanaman. Demikian itu adalah hanya
untuk kehidupan di dunia. Dan di sisi ALLAH ada tempat yang lebih
baik. (Ali Imran: 14)
Dunia kalau tiada, ia tidak akan menipu.
Tapi kalau sudah dalam tangan, bisikannya sungguh menggoda dan
hampir tidak ada manusia yang selamat dari godaannya. Sebab nafsu
pun sangat mencintai dunia. Nafsu menginginkan dunia yang indah dan
menawan itu menjadi milik sendiri saja. Rasa sayang dan rugi untuk
dilepaskan pada orang lain. Dengan itu maka pemerintah yang lemah
iman atau yang tidak beriman sama sekali, akan mengeruk harta
negara untuk kantongnya, keluarga dan kaum kerabatnya saja.
Kalaupun rakyat dapat, maka takarannya terlalu kecil, sama sekali
tidak seimbang dengan pendapatan pemerintah yang berkuasa.
Sedangkan bagi rakyat yang dianggap musuh pemerintah, sama sekali
tidak mendapat hak apa-apa. Mereka tertindas dan terzalim.
Hal itu bukan cerita asing dalam dunia hari ini
bahkan di sepanjang sejarah. Kebanyakan pemerintah yang beragama
Islam atau bukan, gagal untuk bertindak seadil-adilnya dalam
pemerintahan. Mereka memanfaatkan amanah rakyat sebagai peluang
untuk menjadi kaya-raya. Tugas dan tanggung jawab kepemimpinan
disalahartikan dengan menjadikannya satu sumber pendapatan yang
lumayan. Hak-hak rakyat dan negara rela dikorbankan.
Tunjukkan di tempat manakah sekarang ini yang
pemerintahnya tidak hidup kaya raya di atas pemerintahannya ?
Jangankan Perdana Menteri, menteri-menteri, gubernur dan anggota
dewan, bahkan wakil rakyat pun hampir tidak ada yang tidak
mengambil kesempatan untuk menjadi kaya di atas jabatan yang
diamanahkan rakyat padanya. Jabatan itu diperebutkan demi
pendapatan yang lumayan, tidak lagi untuk kepentingan rakyat jelata
dan negara. Apalagi untuk agama. Pihak yang merasa tertindas karena
ketidakadilan pemerintah itu, berebut pula untuk menjatuhkan
pemerintah, dan mendukung golongan yang lain yang berjanji membawa
keadilan. Namun waktu golongan itu menjadi pemerintah, hal yang
sama pun berlaku. Akhirnya rakyat tetap juga tertipu atau menjadi
mainan para pemerintah. Nampaknya para pemerintah dan wakil-wakil
rakyat menjadikan kedudukannya sebagai pabrik atau ladang untuk
mengeruk hasil kekayaan. Sebab itu tidak mengherankan bila
masing-masing golongan berlomba-lomba merebut kursi di
pemerintahan, hingga terjadi krisis di dalam satu partai.
Akibat dari pemerintah yang tidak adil ini,
keadaan masyarakat dan negara akan menjadi tidak stabil, resah,
gelisah, tidak tenang, berhutang, mundur dan lain-lain lagi.
Seluruh rakyat akan terkena akibatnya. Sedangkan kalau orang yang
tidak memiliki kuasa membuat salah, tidak terlalu banyak orang yang
terlibat. Sebab itu hukuman ALLAH di Akhirat untuk pemerintahan
yang zalim, menganiaya, khianat, berkepentingan dan menindas itu
sangat
berat.
Rasulullah SAW bersabda:
Manusia yang paling dahsyat siksaan di Hari Qiamat ialah
pemimpin yang zalim. (Riwayat Ath Thabrani)
Pemerintah yang adil pernah wujud dalam sejarah.
Tapi tidak banyak dan tidak lama. Tidak sebanyak pemerintah yang
tidak adil dan zalim itu. Di antara pemerintah adil yang pernah
muncul dalam sejarah menurut ukuran Islam ialah Rasulullah SAW,
Khulafaur Rasyidin, Sayidina Umar Abd. Aziz, Muhammad Al Fateh dan
Salahuddin Al Ayyubi. Selain zaman mereka ini, tidak berlaku
pemerintahan yang betul-betul adil walaupun masing-masing
pemerintah sudah mengaku bahwa mereka adalah pemerintah yang adil.
Mereka cuma mampu berbuat beberapa kebaikan. Tetapi macam-macam
penindasan dan kekejaman lain dilakukan dengan leluasa. Akibat
mereka tidak cukup bertakwa, tidak mendalami syariat ALLAH dan
tidak mau tunduk pada kebenaran.
Di dunia hari ini hampir-hampir tidak ada
pemerintahan yang adil, sekalipun di dalam negara umat Islam yang
mengakui undang-undang ALLAH sebagai perlembagaan negara
sebagaimana berlaku di Pakistan, Arab Saudi dan Iran. Hal itu
terjadi karena melaksanakan keadilan tidak semudah menulisnya di
atas kertas. Penentang-penentang kebenaran dan keadilan dalam diri
manusia itu sendiri yakni nafsu dan syaitan cukup kuat
menentangnya. ALLAH berfirman:
Sesungguhnya nafsu itu sangat mengajak pada kejahatan.
(Yusuf: 53)
Sebab itu dalam sejarah Islam seperti yang
dipraktekkan oleh ulama-ulama besar, salafussoleh, tokoh-tokoh
sahabat, imam mazhab yang empat dan lain-lain, jabatan sebagai
pemerintah tidak direbut atau diminta-minta. Mereka bukan saja
tidak berani mengaku untuk bersikap adil pada rakyat, bahkan mereka
merasa takkan mampu berlaku adil. Karena jabatan itu tidak
diminta-minta bahkan ditolak ketika ditawarkan. Mereka sanggup
didera daripada menjadi pemerintah. Tidak pernah terjadi di
kalangan mereka ada yang dipenjara karena gila merebut kekuasaan.
Rasulullah sendiri pun pernah menolak permintaan Abu Hurairah yang
meminta untuk menjadi pemerintah. Sedangkan sahabat itu adalah
orang yang cukup baik.
Memang dalam Islam wajib hukumnya (yakni fardhu
kifayah) mewujudkan kerajaan atau pemerintahan. Haram hukumnya
kalau terjadi kekosongan dalam pemerintahan. Tapi para ulama besar
salafussoleh lebih suka bila orang lain yang memerintah, dan mereka
sebagai penasihatnya. Bila menjadi penasihat yang tegas, hakikatnya
mereka turut terlibat langsung dalam pemerintahan. Selain dari itu
para ulama tsb gigih berjuang untuk memperbaiki masyarakat dengan
iman dan takwa. Bilamana rakyat soleh dan solehah, mereka
akan berperanan penting membantu pemerintah untuk memerintah dengan
adil. Kejayaan Rasulullah dan Khulafaur Rasyidin dalam pemerintahan
mereka adalah karena rakyat juga sangat membantu, hasil didikan
awal yang telah diusahakan sejak lama.
Menolak jabatan memerintah ini dapat dibuat
selagi jabatan itu memang ada yang menyandangnya. Tapi bila terjadi
di satu negara, jabatan itu dikosongkan dan tidak ada orang yang
mau mengisinya, maka waktu itu Islam mewajibkan dari kalangan umat
Islam yang memiliki persediaan dan kelayakan untuk mengisinya.
Kalau ada di kalangan umat Islam waktu itu ditunjuk oleh orang
banyak untuk memerintah, maka haram baginya menolak. Sebagai
pribadi, hukumnya menjadi fardhu ain karena sudah tidak ada
orang lain lagi. Haram hukumnya membiarkan kekosongan pemerintahan
berlaku.
Tapi hari ini umat Islam bertengkar karena
memperebutkan jabatan sebagai pemerintah, dengan dua
alasan:
- Pemerintah yang ada tidak Islami.
- Takut orang bukan Islam mengambil alih pemerintahan.
Sikap itu sebenarnya bertentangan dengan dasar
Islam. Kita tidak boleh menepuk dada mengaku bahwa kita mampu
menjalankan keadilan seperti yang dikehendaki Islam. Sedangkan
ulama-ulama besar yang tinggi ilmu dan takwanya itu pun tidak pasti
bahwa mereka dapat selamat dari tipuan dunia. Sebab itu mereka
menolak. Mereka lebih suka menjadi penasehat saja secara tidak
resmi. Apalagi kita yang lemah-lemah ini!
Langkah sebaik-baiknya ialah:
- Nasihati pemerintah yang ada dengan penuh hikmah agar mereka
dapat bertindak adil dalam pemerintahan. Doakan pula mereka agar
dibantu ALLAH.
- Berjuang membina rakyat agar beriman dan bertakwa dengan
menjalankan seluruh syariat ALLAH dan meninggalkan laranganNya.
Kalau rakyat sudah baik-baik, tinggal pemerintah saja yang tidak
adil, itu pun sudah cukup baik. Mudah-mudahan satu masa naik
pemerintah yang baik dari kalangan rakyat yang baik-baik tadi. Hal
ini terjadi di zaman salafussoleh selepas Khulafaur Rasyidin.
Masyarakatnya soleh-soleh tapi pemerintahnya sudah mulai
menyeleweng.
- Benahi jemaah atau partai sendiri supaya menjadi contoh dalam
hal pembangunan insan dan pembangunan materiil. Kalau benar-benar
layak, sekalipun kita tidak suarakan bahwa kita layak, nanti akan
ada orang yang menolong menyuarakan.
- Para pemimpin jemaah atau partai yang sangat berkeinginan
hendak memerintah mestilah menunjukkan kewibawaan diri dan
partainya. Di mana di dalam diri dan partainya, Islam sudah
terbangun, hingga orang yakin dia layak menjadi seorang
pemimpin.
- Mengapa sejak partai-partai Islam berjuang di dunia hari ini
tidak dibuat satu unit yang benar-benar terlatih untuk berdakwah
kepada orang-orang yang bukan Islam agar mereka masuk Islam? Kalau
mereka masuk Islam, banyak masalah dapat diselesaikan. Yang banyak
terjadi, kita ceritakan Islam membawa keadilan kepada semua
golongan termasuk mereka yang bukan Islam adalah untuk memancing
pemilih bukan mengajak mereka masuk Islam. Padahal para rasul
diutus ke dunia, tugasnya antara lain mengajak dan menyeru
orang-orang yang bukan Islam kepada Islam. Mengapa program itu
tidak kita jadikan sebagai program partai? Di sini menunjukkan
partai-partai Islam itu lebih bercorak politik daripada bercorak
Islam.
Kalau betul takut orang bukan Islam akan menawan
kuasa pemerintahan, mengapa umat Islam tidak bersatu dalam satu
partai saja? Sudah sepatutnya umat Islam memiliki satu partai
saja agar orang-orang Islam memilih satu partai saja.
Sebenarnya jabatan memerintah adalah amanah yang
berat. Orang yang amanah dan jujur tidak akan berani memberanikan
diri untuk melakukannya. Kecuali orang-orang yang memiliki
kepentingan lain yang indah-indah dalam jabatan itu, mereka sangat
gairah untuk mendapatkannya. Dan biasanya orang seperti itu bila
naik jadi pemerintah, apa yang dibuat hampir tidak berbeda dengan
yang dibuat oleh orang sebelumnya. Yakni tidak adil dan menindas.
Umat Islam perlu sadar dan faham rahasia hakikat ini.
Janganlah terpedaya dengan orang-orang
yang gigih berjuang untuk jadi pemerintah. Sedangkan mereka
tidak serius dalam memperbaiki diri, keluarga, partai dan
masyarakat agar beriman dan bertakwa untuk menjalankan syariat
ALLAH. Bila tidak ada tanda-tanda zuhud dan takwa pada diri mereka
yang lebih daripada orang lain, dengan apa mereka dapat menang
terhadap nafsu dan tipuan dunia? Apa jaminan bahwa mereka dapat
lebih bertindak adil daripada orang lain? Dan apa jaminan mereka
tidak akan mengulangi kesalahan orang-orang lama?
Kalau naik hanya untuk ulangi kesilapan itu,
artinya kita sengaja membiarkan orang itu terjun ke Neraka dan
membawa rakyat bersama-samanya. Kalau benar inginkan pemerintahan
Islam, dalam keadaan kita pun tidak bersedia, nasihatilah
pemerintah yang ada serta doakan mereka. ALLAH yang tahu bagaimana
nanti untuk mengabulkan doa dan hasrat suci kita itu. Di samping
itu kita bersedia untuk membaiki diri dan kelompok sendiri. Sebab
bila sudah ada wibawa, orang banyak sendiri yang akan menunjukkan
bahwa partai kitalah yang layak memimpin mereka.
=== sekian ===
BAB 02 Pemerintah Wakil ALLAH bukan Wakil Rakyat
SEMUA ideologi dan isme di dunia ini memandang bahwa pemerintah
atau pemimpin itu adalah wakil-wakil rakyat yang naik untuk
memperjuangkan hasrat rakyat. Mereka akan bersuara mengikuti suara
rakyat, bertindak mengikuti kehendak rakyat. Hakikatnya dasar
pemerintah ditentukan oleh rakyat. Dengan kata lain, dalam sistem
pemerintahan sekuler, dasar dan tujuan pemerintahan ditentukan oleh
akal dan nafsu manusia semata-mata. Itu pun bukan oleh pemerintah
itu sendiri tapi oleh rakyat. Sebab itu pemerintah juga disebut
wakil rakyat.
Dalam Islam, pemerintah ditunjuk atau dilantik oleh ALLAH, baik
secara langsung atau tidak. Kalau nabi-nabi dan rasul-rasul
ditunjuk secara langsung oleh ALLAH melalui wahyuNya. Sedangkan
selain mereka, ditunjuk secara tidak langsung baik mereka ditunjuk
atau diisyaratkan secara umum oleh Hadist ataupun dilantik melalui
ahlul halli wal 'aqdi. Sepanjang sejarah semua pemimpin Islam yang
haq, yang pernah menegakkan keadilan bukan dipilih oleh rakyat
melalui pemilu tetapi dinaikkan sendiri dengan persetujuan hati
manusia atau dinaikkan oleh ahlul halli wal 'aqdi. Demikianlah
caranya ALLAH melantik wakil-wakilNya.
Artinya dalam Islam, pemerintah itu ialah wakil ALLAH. ALLAH
yang melantik dan ALLAH yang akan menaikkan. Jadi mereka
bertanggung jawab untuk menjalankan dasar dan tujuan pemerintahan
yang ALLAH tentukan. Kesemuanya telah termaktub dalam Al Quran dan
Sunnah. Selaku wakil ALLAH, pemimpin-pemimpin itu adalah
orang-orang yang faham tentang ALLAH, tahu tentang Kerajaan ALLAH,
faham dasar dan tujuan pemerintahan yang ALLAH tentukan, faham
hukum-hukum yang datang dari ALLAH dan tahu melaksanakannya.
Sewaktu melantik mereka, ALLAH seolah-olah berkata begini:
Bumi ini Aku yang punya. Manusia-manusia itu hamba-hambaKu. Aku
malu bumi itu dan hamba-hambaKu itu dikelola, diurus, dididik,
dipimpin dan dimajukan dengan sebaik-baiknya. Untuk itu, Aku lantik
kamu menjadi wakilKu untuk menjalankan kerja-kerja pemerintahan
seperti yang telah Aku tunjukkan dalam Al Quran dan Hadist
NabiKu.
Wakil-wakil ALLAH yang paling utama ialah nabi-nabi dan
rasul-rasul. Berikutnya ialah para waliNya yang bertaraf mujaddid.
Hadist juga menunjukkan kepemimpinan Imam Mahdi dan Pemuda Bani
Tamim dari Timur di akhir zaman ditunjuk oleh ALLAH melalui lidah
RasulNya. Begitu juga pemerintahan Muhammad Al Fateh telah
diisyaratkan oleh Hadist. Karena mereka ini semuanya adalah
wakil-wakil ALLAH yang dilantik secara langsung atau tidak, maka
kita lihat pemerintahan dan kenaikan mereka begitu unik sekali.
Mereka dilantik bukan hasil pilihan rakyat. Pemerintahan mereka
benar-benar membawa keamanan dan kemakmuran pada negara dan
rakyat.
Pemerintah atau pemimpin Islam yang tidak ditunjuk oleh wahyu
secara langsung, hakikatnya juga ditunjuk oleh wahyu bila ia
dilantik oleh ahlul halli wal 'aqdi, karena kaedah perlantikan
pemerintah atau pemimpin melalui ahlul halli wal 'aqdi, adalah
kaedah yang ditunjuk oleh Al Quran. Maka menurut kaedah itu artinya
menerima pemerintah yang ditunjuk oleh wahyu secara tidak langsung.
Sebab itu bagi saya, Khulafa'ur Rasyidin dan pemerintah lain yang
dilantik oleh ahlul halli wal 'aqdi adalah pemerintah yang ditunjuk
oleh wahyu secara tidak langsung. Mereka itulah pemerintah Islam
yang haq. Sebab itu hasil pemerintahan mereka sungguh luar biasa.
Yakni tercapainya keamanan dan kemakmuran hakiki. Suasana yang
dijamin oleh ALLAH kalau manusia benar-benar menurut
syariatNya.
Cara naiknya wakil rakyat ialah melalui pemilihan secara
berpartai. Untuk dapat suara, mereka hanya perlu pandai bicara.
Kalau pandai beragumentasi lebih bagus lagi. Kadang-kadang pandai
juga menghina dan memfitnah lawan. Kalau perlu, main kotor. Karena
yang mereka jalankan adalah politik Barat, di mana orang Barat pun
mengakui kekotorannya,
Politic is a dirty game. Rakyat
umum yang menilai kepemimpinan seorang karena kepandaiannya
berbicara dan banyak berjanji manis, akan memberi suara murahan,
maka naiklah si tukang pandai bicara tadi menjadi pemimpin atau
wakil rakyat.
Kenaikan wakil-wakil ALLAH menjadi pemerintah
jauh berbeda dengan cara-cara kenaikan wakil-wakil rakyat tadi. Hal
itu dapat dilihat bagaimana Rasul-Rasul, Khulafaur Rasyidin dan
para mujaddid tampil menjadi pemimpin ummah. Mereka menjadi
pemimpin sebelum dilantik menjadi pemimpin resmi. Mereka mulai
memimpin dari seorang diri. Lama-kelamaan menjadi beratus hingga
beribu orang yang menerima kepemimpinannya. Maka ia menjadi
pemimpin dengan sendirinya untuk ribuan pengikutnya. Manusia
menjadikannya sebagai tempat rujuk. Mereka menyerahkan diri dan
hati padanya, bukan hanya memberi suara. Pada mulanya ia adalah
pemimpin tidak resmi atau termasuk juga sebagai ulil amri tidak
resmi. Bila tiba saatnya, ia ditunjuk menjadi pemimpin resmi,
bukan melalui pemilihan tetapi dengan hati, yang sebelumnya telah
disetujui lebih dahulu oleh ahlul halli wal 'aqdi.
Terbukti dalam sejarah bahwa pemerintahan Islam yang sempurna,
adil serta bijaksana, karena Penciptanya adalah Zat Yang Maha
Bijaksana, telah menghasilkan sebuah masyarakat terbaik yang tiada
tandingannya. Yakni masyarakat contoh generasi salafussoleh sekitar
300 tahun dari Rasulullah. Tentang ciri-ciri istimewa mereka waktu
itu yang menjadikan mereka masyarakat terbaik akan saya sebutkan
dalam bab khusus yaitu
Pemerintah Contoh (Bab 15),
insya ALLAH. Walaupun terjadinya sudah lebih dari seribu tahun,
namun kini Al Quran dan Sunnah tetap segar di tangan kita.
Mengikuti keduanya, artinya mengulangi sejarah kegemilangannya.
Semoga benar-benar menjadi kenyataan, yaitu perjuangan Islam
yang sedang memuncak ini sampai ke tujuannya.
=== sekian ===